Assalamualaikum!
Udah lama nggak ngobrol di blog saya, kali ini saya kepingin menjurnal kehidupan keuangan saya sebagai seorang pekerja freelance yang juga punya small business dibidang kreatif. Bertepatan 2 tahun lalu VNSY Kreatif saya bangun dengan modal otak dan 1 laptop biasa berkapasitas lumayan. Alhamdulillah gerak dengan baik sampai saat ini.
Selama bekerja "sendiri" saya yang memiliki latar belakang sekolah bisnis; meski paham secara general perihal manajemen keuangan, ternyata saya masih failed, dalam manajemen keuangan rumah tangga, yang harus saya bagi lagi menjadi 2 bagian. Rumah tangga, dan keperluan usaha.
Tahun 2016 silam saya sempat belajar mengenai dana darurat yang digembor-gemborkan salah satu blogger favorite saya, Andra Alodita. Sempat terbesit, entah buat apa dana darurat ini sepintas saja. Lebih lanjutnya belum sempat saya pelajari lagi.
Pada awal 2019 dimana bisnis saya sudah sampai di tahapan learing curve peak ke atas, pendapatan usaha kami meningkat(Alhamdulillah) namun karena usaha saya memang saya fokuskan untuk bejubel program charity di daerah tempat saya tinggal; dikota Solo, pendapatan untuk saya pribadi tergolong kecil. Sampai akhirnya saya dikontrak secara personal dengan beberapa perusahaan tekstil di Jakarta, Bandung dan saat ini salah satu perusahaan tekstil di Istanbul 😊
Saya mulai melihat ada angka-angka mengendap di rekening yang nilainya tergolong lumayan. Tanpa berfikir panjang dan mendalam, saya hanya menganggap angka tersebut anggap saja tabungan sampai entah kapan.
Saya pernah mendengar perihal konseling keuangan yang membahas masalah keran. Keran yang dimaksud disini bukan keran air ya hahaha, tapi keran pendapatan 🤣 Ada orang yang sifatnya, mengecilkan keran pendapatan, dan menampung lebih banyak belanjaan. Ada juga orang yang membesarkan keran pendapatan, dan mendapat ember yang benar-benar kosong; artinya hanya fokus berbelanja pokok tanpa lifestyle, Dan terus membesarkan keran pendapatan.
Saya belum betul-betul paham dua analogi ini; kenapa ada yang fokus belanja, dan ada yang fokus berhemat, padahal yang fokus berhemat membesarkan keran pendapatannya, artinya pendapatannya jauh lebih besar bukan? Bebas dong belanja 😁
Ternyata setelah teraplikasikan keduanya secara parsial dalam kehidupan saya, dimana keuangan harus secara rapih saya bagi jadi dua divisi, akhirnya saya paham dimana sifat saya.
Saya tipe yang, berhemat karena prihatin.
Dan belanja seperlunya tanpa alternatif harga demi mendapatkan kualitas terbaik.
🧐🧐 Alhasil saya kebingungan.
Dalam kata lain, saya pelit dan royal saat bersamaan 🤣 bingungin asli.
Gimana contohnya? Oke begini;
Keperluan kerja saya termasuk banyak. Team dalam usaha saya kini sudah terbagi menjadi 5 team(Alhamdulillah) hampir semua punya pen tablet sendiri, namun dengan alesan kasian saya ingin meningkatkan produktifitas kerja mereka. Maka saat ini saya sedang fokus untuk memprovide seluruh team desainer masing-masing berupa iPad pro 12.9". Lebih spesifik lagi, saya kepinginnya ipad pro gen 3 atau 4. Dengan apple pencil gen 2.
1 pasang ipad pro dan pencil nya apabila di total kira-kira 18-20jt rupiah. Ini pun harus dengan memori paling minim 128(gen 4) atau gen 3 saya fokuskan beli di memory 256gb, dan harganya sama.
Alhamdulillah sudah dicukupkan sebagian team masing-masing sudah memegang ipad tersebut, dan saya masih membutuhkan 3 ipad pro baru untuk sisa anak-anak dalam team yang belum saya provide.
Keperluan ini tergolong "mendesak" bagi saya: karena ini keperluan kerja.
Kualitas gaboleh kacang goreng 🤣 dan setiap ada penghasilan kerja, selalu saya kerahkan daya dan upaya untuk membeli keperluan kerja.
Dengan spesifikasi yang ajib tadi. Kualitas the best AR in the world 😭😭
lantas prihatin nya dimana?
Saya prihatin masalah gaya hidup. Gaya hidup saya termasuk yang nagga neko-neko alias pada standar nya aja, misalnya saya nggak nafsu tuh update iPhone terbaru. Nggak nafsu ganti TV (Karena kebetulan dirumah cuma pajangan juga sih). Intinya saya nggak nafsu hal-hal yang berbau artificial stuff (Oke ketularan suami)😌 Beberapa tas branded yang saya punya kebanyakan dikasih sama bos bos brand yang memperkerjakan saya hehe. Saya makan seadanya, jarang sekali makan di restoran bergengsi atan nongkrong di kafe-kafe berkelas. Oke, maafin, kalau kopi standar saya Starbuck, yang masih di remeh-temehin sama pengusaha kopi kecil-kecilan saat ini. Tapi saya penggemar beratnya Starbuck dari 10 Tahun lalu, dan saat ini lagi suka-sukanya kopi kenangan 😛 Anggep aja kopi kebutuhan kerja ya, jadi kepisah tuh. No lifestyle -___-
Sejenak saya berhenti dan memejamkan mata betapa boros dan bodohnya saya mengenai keperluan kerja —dalam hati. Namun lambat laun, dengan berjalannya kebodohan saya tadi, tidak disangka sangka ternyata usaha saya semakin berani! makin dilirik perusahaan besar dan kami Ahamdulillah bersedia. Kami menerima hingga 50 custom desain hijab, >50 custom textile setiap bulan, 15 projek kontrak /team kreatif khusus untuk pattern textile desain setiap bulannya. Yang tidak saya sadari hal ini melipat gandakan pendapatan usaha saya hampir 10x lipat.
Saya tetap menganggap membeli kualitas terbaik kelas dunia adalah sebuah keimpulsifan semata. Ternyata saya salah.
Produktifitas team meningkat pula dan performa kerja meningkat. Sehingga berbarengan dengan angka angka lainnya di dalam dompet rekening usaha saya.
Digabung pula dengan gengsi saya terhadap iman. Saya paling gengsi beli apa-apa ngutang. Jujur, wallahi saya berani berantem saya pelanggar lalu lintas, ibu ibu singa bawa Nmax, bahkan berani ketus ke orang yang nongol tiba-tiba berasa opininya saya hitung 🤣 saya berani ajak mereka semua berantem dan selesai saat bersamaan. Tapi ketakutan saya yang paling besar dalam hidup, sering dianggap sepele oleh orang; yaitu berhutang.
Sukses agama mengancam saya mengenai perkara berhutang dan akibatnya ketika saya pulang. Selain itu, hutang juga sukses menakut-nakuti saya hidup serba terbatas apalagi sampe dikejer-kejer orang 🤣 oleh karenanya perkara hutang berhutang adaalah hal yang saya dan suami sepakat tidak akan pernah mendekat. Dalam kata lain, kami tidak sekalipun pernah mencicil barang belanjaan dengan kartu kredit maupun pinjaman dalam bentuk apapun. Selain riba, perkara hutang memang kejam dan menakutkan kan? 😒 coba dipikir keras.
Lantas hal ini sebenarnya melatih kesabaran saya dan mengembangkan kemampuan berpikir perkara gengsi akhirat, dan perkara kualitas alat perang kerja. Saya harus beli dengan tunai, tapi sob, tunggu. Yang dibeli harganya sejagat langit, entah sampe kapan kebeli semuanya.
Belum ditambah kalau kami menerima projek watercolor dan saya maunya pakai kualitas art supply demi-god level 😭 nambah lagi alur pikiran saya ke beli beli art supply buat kerja. Karena saya menawarkan desain dengan kualitas, saya juga subscribe beberapa chanel kerja seperti SkillShare, Envanto, Google Drive 1Tb dengan 2 akun kerja, dan CreativeMarket untuk keperluan belanja mockup dan promosi. Ini semua tidak murah dan harus dibayar setiap tagihan datang 😰
Tanpa kartu kredit, tanpa dicicil. Semua lunas. Tunai.
Yang nanya gimana subscribe nya, pake jasa bayar yah 😊 di tokopedia ada kok.
Sekali lagi desain yang saya jual dibuat dengan kualitas, pekerja pun saya pilah pilah dan saya didik dengan baik sejauh ini. Alhamdulillah.
Suami tetep kekeuh bilang; bahwa saya sudah punya kesadaran finansial.
Entah kenapa saya masih kurang sreg dan kurang setuju. Ternyata penyebabnya adalah, tidak berhentinya saya memperhatikan keperluan kerja, dan pada saat bersamaan saya sadar, keuangan saya tadi tidak betul-betul memiliki divisi sendiri. Dalam artian, hasil usaha masih kepake pake buat bayar listrik, buat jajan di indomaret, buat belanja skincare, dan nggak punya tabungan dana darurat!
Buat yang belum familiar, dana darurat adalah 12x penghasilan perbulan yang mengendap di rekening tabungan dan tidak akan tersentuh untuk kebutuhan pokok maupun kebutuhan usaha.
Menurut pakar ahli finansial di beberapa akun instagram keuangan yang saya follow, meskipun saya sudah punya dana darurat keluarga, saya tetap harus gali lapak lain untuk nabung dana darurat usaha. Berarti penghasilan usaha saya harus dikalikan 12x dan mengendap tanpa tersentuh di rekening usaha saya; maka ini disebut dana darurat usaha.
😭😭
Panik. Karena memulai dari nol untuk menabung semuanya pun belum terjadi. Mana ditambah gengsi saya ke iman dan akhirat level demi-god 😒
Semua keperluan kerja saya tabung berbulan-bulan dengan super sabar. Dan hampir tidak pernah cukup! Selalu ada yang tiba tiba perlu. SSD, Butuh 2 Macbook lagi, butuh 2 Meja lagi, butuh ini lagi itu lagi. Scanner baru, kertas wc baru. Bla bla ngga ada habisnya!
Suami saya yang sekarang alhamdulillah turut serta dalam usaha ini, juga harus saya provide keperluan kerja nya sebagai motion grafer dan desain grafer khusus pelengkap usaha yang kami sediakan. Tidak tanggung saya langsung beli ke level demi-god nya komputer 😭😭😭 jadi saat ini posisi keuangan saya betul-betul lebih pantas dianggap kritis.
Dengan alasan sama sekali tidak punya dana darurat.
Apa aja sih manfaat dana darurat?
Dana darurat rumah tangga lebih fokus ke kebutuhan masa mendatang entah dekat atau jauh, yang sifatnya mendesak dan spontan. Semisal, rumah sakit. Not to mention, saya tidak mengasuransikan kesehatan keluarga ke instansi, melainkan ke Allah SWT saja 😊 hal ini menantang banget kan? Punya dana darurat bukan ditunjukan seolah olah bersuuzhon ke Allah Azza Wajjal melainkan upaya kita berbuat takwa. Yaitu menyisihkan sebagian uang untuk biaya perawatan apabila ada anggota keluarga yang sakit.
Selain itu dana darurat rumah tangga dapat digunakan untuk kebutuhan keluarga lain yang membutukan. Semisal keperluan bayar sekolah sepupu siapa(dalam keluarga) yang mendesak dan jumlahnya banyak. Bayangkan, betapa berpahalanya kita saling membantu keluarga yakan? 🤔
Sedangkan, apa manfaat dana darurat untuk usaha? Ternyata banyak 😭
Dana darurat usaha dapat digunakan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam usaha, semisal terminasi kontrak dengan brand yang mengharuskan usaha(dalam hal ini usaha kreatif saya) untuk membayar refund/mengembalikan dana yang sudah dibayarkan oleh brand.
Dapat digunakan untuk hal-hal yang mungkin spontan lainnya, seperti misal, keperluan kantor seperti ipad pro qadarullah hilang.
Atau keperluan keperluan mendadak, spontan dan mendesak lainnya, tanpa menyentuh keuangan harian pokok, maupun rogoh kocek pribadi 🙂
sepenting itu adanya dana darurat ternyata.
Saya paham sekarang betapa pentingnya memulai untuk menyisihkan pendapatan sampai dana darurat betul-betul terkumpul secara penuh di tiap divisi kehidupan saya secara personal, dan untuk usaha saya.
Saya ingin betul betul terobsesi punya dana darurat untuk dua divisi ini seperti obsesi saya memenuhi kebutuhan kerja 😭 Inshallah.
Semoga tulisan ini bermanfaat yah! Dan semoga kamu yang membaca ini kelak punya dana darurat terutama dana darurat usaha yang angkanya pasti menantang 😊 Inshallah, Inshallah.
Jangan lupa bersyukur dimanapun keadaan kita, bahwa Allah yang membawa kita diposisi dimanapun kita saat ini. Bersyukur adalah indikator bahagia yang sifatnya sejajar!
Jangan lupa sedekah juga! Mashallah Tabarakallah,
Barakallahu fiik 🙏🏼